SETIAFAKTA.COM — Permintaan bantuan internasional oleh pemerintah daerah (pemda) dalam penanganan bencana menuai sorotan. Pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad) Dede Sri Kartini menegaskan bahwa pemda tidak memiliki kewenangan untuk meminta bantuan ke lembaga internasional karena urusan hubungan luar negeri merupakan kewenangan pemerintah pusat.
“Secara regulasi memang pemerintah daerah itu tidak berwenang untuk meminta bantuan ke lembaga-lembaga internasional karena hubungan luar negeri merupakan urusan absolut pemerintah pusat,” ujar Dede saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Dede menjelaskan bahwa dalam sistem pemerintahan terdapat pembagian urusan pemerintahan, yakni urusan absolut, urusan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Hubungan luar negeri, termasuk komunikasi dan permintaan bantuan kepada pihak asing, masuk dalam kategori urusan absolut sehingga tidak dapat dilakukan oleh pemda.
Baca Juga: Harry Kane: Saya Masih di Puncak Karier dan Siap Buru Gelar Piala Dunia 2026
Menurut dia, aspirasi dan kebutuhan masyarakat terdampak bencana, khususnya di wilayah Sumatera, tetap harus menjadi perhatian utama negara. Namun, tindak lanjutnya berada pada pemerintah pusat melalui kebijakan dan keputusan resmi.
“Respons pemerintah pusat harus benar-benar menjawab kondisi di lapangan. Jangan sampai negara menyatakan mampu, tetapi masyarakat masih menghadapi kesulitan serius,” katanya.
Pandangan tersebut sejalan dengan sikap anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin yang menegaskan bahwa pemda tidak berwenang meminta bantuan internasional sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015. Dalam ketentuan itu, urusan pemerintahan absolut meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Baca Juga: 7 Juta Wisatawan Diprediksi Masuk Kota Yogyakarta Saat Libur Nataru
Sorotan ini muncul setelah Pemerintah Provinsi Aceh menyampaikan permintaan keterlibatan dua lembaga internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, yakni United Nations Development Programme (UNDP) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF), untuk membantu penanganan pascabencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November 2025.
Menanggapi tawaran bantuan dari sejumlah negara, Presiden RI Prabowo Subianto mengapresiasi perhatian internasional tersebut, namun menegaskan bahwa Indonesia memiliki kapasitas untuk menangani bencana secara mandiri.
“Saya ditelepon banyak pimpinan kepala negara ingin kirim bantuan. Saya sampaikan terima kasih atas perhatian dan kepeduliannya, tetapi Indonesia mampu mengatasi ini,” kata Prabowo saat memberikan arahan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15 Desember 2025).
Presiden menyebut bencana tersebut terjadi di tiga provinsi dari total 38 provinsi di Indonesia dan masih berada dalam kondisi terkendali. Pemerintah pusat, kata dia, telah mengerahkan puluhan ribu personel, helikopter, serta pesawat angkut dalam waktu singkat untuk mendukung operasi penanganan darurat dan distribusi logistik.
“Kita kerahkan puluhan helikopter, belasan pesawat. Ada tempat-tempat yang tiap hari bahan bakar minyak dan logistiknya diantar dengan pesawat. Ini hanya bisa dilakukan oleh negara yang kuat,” ujar Prabowo.
Prabowo juga mengingatkan agar seluruh pihak tetap fokus pada kerja di lapangan dan tidak terpengaruh oleh narasi yang menyebut negara tidak hadir di tengah masyarakat terdampak bencana. Ia mengapresiasi peran TNI, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Basarnas, serta seluruh jajaran yang bergerak cepat dan berinisiatif membantu masyarakat.**