Film Esok Tanpa Ibu Siap Tayang, Dian Sastro Main Dua Peran Unik

photo author
- Selasa, 16 Desember 2025 | 16:00 WIB
Film Esok Tanpa Ibu menjadi salah satu tayangan yang paling menyita perhatian dalam penayangan perdananya di JAFF 2025.  (Dok.)
Film Esok Tanpa Ibu menjadi salah satu tayangan yang paling menyita perhatian dalam penayangan perdananya di JAFF 2025. (Dok.)

SETIAFAKTA.COM – Semangat ceria menyelimuti dunia perfilman Indonesia menjelang tayangan perdana filmEsok Tanpa Ibu” (judul internasional: Mothernet) yang dijadwalkan tayang di bioskop mulai 22 Januari 2026. Film ini hadir dengan cerita hangat tentang keluarga, teknologi, dan cinta seorang anak pada ibunya, dibalut sentuhan futuristik AI yang unik.

Aktris sekaligus produser Dian Sastrowardoyo menjadi sorotan utama. Ia mengonfirmasi terlibat dalam dua peran berbeda dalam film ini: sebagai Laras, seorang ibu yang penuh kasih, dan i-BU, entitas AI yang membantu anaknya melalui situasi sulit.

“Untuk bisa mendapatkan arahan karakter yang tepat, aku jujur jadi sangat sering ngobrol sama AI, mencoba meniru cara dia ngomong,” kata Dian dalam konferensi pers peluncuran poster dan trailer di kawasan Senayan, Jakarta, Senin.

Baca Juga: Perusak Hutan di Sumatera Terancam Sanksi Pidana Terkait Banjir dan Longsor

Dian menambahkan pengalaman sebelumnya sebagai pengisi suara Waze pada 2018 berbeda jauh dengan karakter AI di film ini. “Dulu isi Waze lebih pakai personality aku. Kalau di sini, aku lebih meniru personaliti AI, lebih kaku dibanding aku pribadi,” jelasnya.

Sebagai produser lewat rumah produksi barunya, Beacon Film, Dian tertarik mengangkat tema yang memiliki pesan mendalam. “Esok Tanpa Ibu adalah film pertama di mana saya memberanikan diri mengambil dua peran sekaligus — sebagai ibu dan produser,” ujarnya.

Cerita film ini berfokus pada Rama/Cimot (diperankan Ali Fikry), anak yang dekat dengan ibunya namun memiliki hubungan renggang dengan ayahnya (Ringgo Agus Rahman). Saat Laras jatuh koma, Rama menemukan bantuan tak terduga melalui i-BU, AI ciptaan temannya, yang bisa menampilkan wajah dan suara ibunya, sekaligus merangsang kerja otak Laras. Film ini membawa pertanyaan emosional: bisakah teknologi AI membantu mengobati kesepian dan menyembuhkan ibu yang tercinta?

Film produksi BASE Entertainment, Beacon Film, dan Refinery Media, serta didukung oleh Singapore Film Commission (SFC) dan Infocomm Media Development Authority (IMDA), sebelumnya telah sukses diputar perdana di ajang JAFF 20. Produksi ini diharapkan dapat menginspirasi penonton untuk lebih menghargai waktu bersama keluarga.

Selain teknologi dan emosi, film ini juga menyinggung fenomena bahasa gaul anak muda terbaru. Dian dan Ringgo mengaku perlu belajar istilah populer “67” (six-seven) agar percakapan mereka terasa relevan. “Gue googling artinya 67. Cringe banget ya,” kata Dian sambil tertawa. Ringgo menambahkan, fenomena ini menjadi bagian dari perkembangan komunikasi yang harus dipahami orang tua modern.

Meski dulu dikenal sebagai ikon generasi muda gaul era 2000-an, Dian dan Ringgo sepakat bahwa sebagai orang tua mereka harus terus menyesuaikan diri dengan perkembangan anak di era digital. “Sekarang anakku masih sembilan tahun, jadi kita perlu pengalaman orang tua lain sebagai pembelajaran,” ujar Ringgo.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: R. Wiranto

Tags

Rekomendasi

Terkini

Golkar Lempar Wacana Panas: Kepala Daerah Dipilih DPRD

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00 WIB

BMKG: Sejumlah Daerah Diminta Waspada Cuaca Ekstrem

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:00 WIB
X